Selasa, 26 Mei 2009 di 23.09 | 0 komentar  
Dunia Kerja:
Penyebab Kegagalan Orang pintar





GloriaNet - Makanya, jangan heran, jika Anda menemui rekan sekolah Anda yang dulu dikenal pandai dan cerdas namun akhirnya hanya merutuki nasib karena masa depannya yang suram! Apa penyebabnya? Di luar nasib dan faktor 'lucky', banyak hal yang bisa memicu kegagalan orang-orang pintar. Namun berdasarkan wawancara dan survei yang dilakukan pada 200 orang pintar di Amerika, ada enam hal penting penyebab kegagalan bagi mereka. Coba simak:

* Kurang ketrampilan sosial
Seberapa pun hebatnya intelegensi akademis Anda, Anda tetap perlu memiliki intelegensi sosial, seperti kemampuan mendengarkan, peka terhadap perasaan orang lain, memberi dan menerima kritik dengan baik. Orang yang memiliki intelegensi sosial tinggi mampu mengakui kesalahan mereka dan tahu bagaimana membina dukungan tim. Intelegensi sosial bisa diperoleh dengan banyak berlatih.

* Tidak cocok
Sebuah kesuksesan memerlukan kecocokan antara kemampuan, bakat, kepentingan, keinginan, kepribadian, dan nilai-nilai dalam pekerjaan Anda. Bila Anda merasa tidak cocok, maka jangan ragu untuk meninjau perilaku pekerjaan dan menyesuaikan atau mengubah pekerjaan Anda selama ini. Bagi beberapa orang, pokok persoalannya adalah seberapa besar resiko yang berani diambil.


* Tidak ada komitmen
Sesuatu yang dilakukan setengah-setengah akan memperbesar kemungkinan gagal. Suatu tujuan perlu dibarengi tekad, semangat, dan komitmen yang kuat untuk mencapainya. Kurangnya penghargaan pada diri sendiri merupakan penyebab dasar kegagalan. Untuk bisa ambil bagian dalam sukses, Anda harus yakin bahwa Anda bisa melakukannya.

* Kurang fokus
Beberapa orang melakukan terlalu banyak kegiatan sehingga akhirnya tidak melakukan satu pun dengan baik. Fokuskan kembali diri Anda pada apa yang paling baik dilakukan. Sadarilah keterbatasan Anda, tetapkan prioritas, dan susun organisasi usaha Anda.

* Kurang menyadari rintangan
Kadang, banyak rintangan tersembunyi yang sulit diperangi. Umur, diskriminasi jenis kelamin dan ras merupakan jenis rintangan yang sering tidak disadari. So, Anda harus meninjau kembali, berdasarkan analisa yang benar mengenai situasi, untuk merebut kembali kontrol atas kehidupan dan masa depan Anda.

* Kemalangan
Siapapun tidak bisa menolak adanya takdir, entah itu takdir baik atau buruk. Dan siapa pula yang bisa menolak ketika kemalangan itu harus Anda alami? Seandainya ini terjadi, yang harus Anda lakukan, jangan menyalahkan diri sendiri! Ingat, meski tak bisa menolak kemalangan itu, namun selalu ada jalan untuk memperbaikinya.

Pada akhirnya, kegagalan bukanlah 'jalan buntu' untuk mencapai sukses. Kesempatan datang silih berganti. Jika hari ini Anda gagal, mungkin besok Anda akan sukses. Jika Anda mampu berpikir jernih mengenai kegagalan dan menyadari bahwa dalam hidup ini selalu ada pilihan, Anda akan bisa menyikapi sebuah kegagalan sebagai pelajaran yang berharga. Ingat, tak ada orang yang lebih bodoh selain tidak bisa memetik pelajaran dari sebuah kegagalan.
Diposting oleh Artikel Tugas Pembekalan PKL Label:
Dunia Kerja:
Asah Inner Beauty, Menebar Pesona



GloriaNet - Coba perhatikan teman-teman di lingkungan kantor anda, siapa yang memiliki inner beauty? Emangnya gimana sih orang yang punya inner beauty itu? Mereka yang memiliki inner beauty, secara fisik mungkin biasa-biasa saja atau katakanlah nilainya cuma rata-rata, tapi ada pesona lain yang ia tebarkan. Sehingga penampilannya secara keseluruhan terlihat lebih menarik.

Memang tak dapat dipungkiri, pesona pada diri seseorang seringkali bersumber dari fisik. Artinya anda yang berwajah ganteng, cantik, bertubuh proporsional plus ditunjang pakaian dan penampilan yang keren, akan terlihat menarik. Tapi pesona lahir seperti ini akan luntur manakala tidak didukung oleh pesona dari dalam. Pesona dari dalam itu antara lain intelektual dan perilaku menyangkut etiket dan tata krama menghadapi orang lain. Pesona dari dalam inilah yang kerap disebut kharisma atau ‘inner beauty’.

Memang, inner beauty bukan monopoli kaum hawa aja. Coba aja anda lihat mereka cowok cewek yang penampilannya terlihat keren dan oke dari luar, nggak terlihat menarik lagi ketika otaknya ‘adem’ dan kelakuannya ‘nol’. Mungkin cukup sulit ya kalau anda harus menemukan orang yang menarik mulai dari fisik, intelektual dan perilakunya. Mungkin setelah berpikir keras, anda baru bisa menyebutkan satu atau dua nama rekan kantor anda.

Emang sih memoles daya tarik lahir jauh lebih mudah daripada daya tarik batin. Karena memoles daya tarik lahir bisa dilakukan secara instant dan asal mau ‘membayar’. Bagi cewek-cewek yang merasa penampilannya kurang oke, asal rajin ke salon, poles sana poles sini bisa berubah jadi ‘cling’. Begitu juga bagi yang cowok, asal mau ‘ngerawat’ body, misalnya rajin fitness hingga bodynya ‘berisi’ plus dibalut pakaian yang bagus, secara fisik ia akan tampil menarik.

Tapi ternyata menarik secara lahir saja tidaklah cukup untuk membuat anda tampil sebagai sosok yang mempesona. Dalam hal ini bukan berarti cuma mempesona lawan jenis, tapi mempesona setiap orang yang melihat dan berbicara dengan anda. Jika anda ingin tampil sebagai pribadi yang mempesona luar dalam dan lahir batin, anda membutuhkan waktu dan proses yang tidak sebentar. Tapi jangan cemas, pada dasarnya, semua orang berpotensi untuk memiliki ‘inner beauty’. Asal anda mau mengasahnya anda akan memiliki ‘inner beauty’ dan tampil sebagai sosok yang lebih mempesona.

Lalu, gimana cara ngasah inner beauty? Menurut para psikolog, pertama-tama yang harus anda lakukan adalah berpikir positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Berpikir positif diyakini dapat membuat wajah anda lebih bersinar karena apa yang ada di dalam hati dan pikiran anda, akan terpancar di wajah dan mata anda. Makanya jangan sekalipun menyesali kekurangan diri anda. Tapi lebih baik berpikir positif bahwa manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dan hendaknya kelebihan yang ada dapat menutupi kekurangan pada diri anda.

Kemudian asahlah intelektual anda. Dengan wawasan dan pengetahuan yang luas, akan membuat anda memiliki nilai plus di mata rekan-rekan. So pasti anda pun akan terlihat lebih menarik. Selain itu jangan lupa untuk selalu mensyukuri nikmat apapun yang anda peroleh. Karena rasa syukur yang tulus membuat batin anda lebih tentram. Dan ini akan memberi pancaran tersendiri di wajah anda.

Rasa syukur juga membuat anda terhindar dari rasa iri dan dengki. Anda tidak akan merasa ‘keki’ dengan keberhasilan dan kebahagiaan orang lain. Sebaliknya anda akan turut merasa bahagia bila melihat orang lain bahagia. Dan biasakanlah untuk mengulurkan bantuan bagi orang yang membutuhkan. Tentu saja anda harus melakukannya dengan ikhlas.

Hal yang tak kalah penting adalah ‘senyum’. Karena dengan senyum dapat meluluhkan ketegangan jiwa anda. Percaya deh senyum yang tulus tanpa kesan ‘terpaksa’ akan membuat wajah anda lebih bersinar. Ya, pada intinya semua memang harus anda lakukan dengan 'tulus'. Karena apa? karena kesan yang tertangkap oleh kasat mata kadang menipu. Senyum, sikap, kata-kata, perilaku, perhatian, bantuan dan bahasa tubuh masih tergolong 'outer beauty'. Artinya semua hal yang baik tersebut kadang hanya di luar saja. Banyak orang yang melakukannya hanya untuk mencapai kepentingan pribadinya. Padahal di lubuk hatinya ia tidak sebaik di luar. Istilah ngetopnya cuma 'jaim' atau 'jaga image'.

Sedangkan 'inner beauty' mengandung pengertian yang lebih dalam, lebih dari sekedar senyum ramah dan bahasa yang santun. Di baliknya ada ketulusan yang sesungguhnya, tanpa sikap dibuat-buat dan nggak ada pamrih terselubung. Tapi ingat, tetap aja penampilan fisik harus anda perhatikan. Kalau perilaku anda baik, pengetahuan dan wawasan anda oke tapi kalau anda jarang mandi, badan loyo, dan pakaian acak-acakan sama aja bohong.

So, buruan deh asah 'inner beauty' anda, en siap-siap aja menjadi sosok yang mempesona di lingkungan kantor atau di lingkungan manapun anda berada.
Diposting oleh Artikel Tugas Pembekalan PKL Label:
Dunia Kerja:
Wanita, Antara Karir dan Rumah Tangga


GloriaNet - Di jaman teknologi informasi sekarang ini, sosok wanita karir yang sukses merupakan fenomena umum di kota-kota besar, sekalipun itu seorang ibu rumah tangga. Memang tidak sedikit wanita yang menjalani fungsi ganda, sebagai wanita karir maupun ibu rumah tangga. Bagi yang pandai menyiasati waktu, sukses di kedua bidang tersebut bukanlah hal yang mustahil. Namun bagi yang kewalahan membagi waktu, tak jarang harus mengalami salah satu kegagalan. Kondisi ini membuat wanita terpaksa harus memilih, rumah tangga atau karir.

Memang tidak mudah memainkan peran sebagai wanita karir atau wanita pekerja sekaligus ibu rumah tangga yang baik. Karena kedua dunia itu memiliki tuntutan dan konsekuensi yang sama beratnya. Banyak perusahaan menilai bahwa pegawai wanita kerap kurang profesional setelah menikah dan punya anak. Misalnya sering datang terlambat ke kantor dengan alasan mengurus rumah, suami, dan anak. Secara fisikpun wanita yang kelelahan mengurus rumah tangganya jadi sering tampil ‘berantakan’, wajah kuyu dan jarang tersenyum. Perusahaan pun sulit menuntut lembur ataupun menugaskan ke luar kota pada pegawai wanita yang sudah menikah dan punya anak. Seandainya ditugaskan, tak jarang mereka menolak karena alasan rumah tangga.

Namun, sejauh ini banyak wanita yang mengimpikan kesuksesan di kedua bidang yang saling berseberangan itu, sukses dalam karir dan bahagia di rumah tangga. Wanita dengan ambisi tersebut akan berusaha keras untuk mencapainya. Memang sulit meraih keduanya, tapi bukan tidak mungkin anda sebagai wanita dapat meraihnya. Lalu bagaimana caranya?

Sebelumnya, pertanyakan pada diri anda sendiri, hingga ke lubuk hati yang paling dalam. “Apakah saya masih ingin melanjutkan karir yang selama ini saya idamkan, walaupun saya telah berumah tangga..?”. Kalau jawaban anda “ya” berarti anda harus bersikap konsisten dan memiliki komitmen pada pilihan yang sudah anda tetapkan. Sikap ini dapat anda tunjukkan dengan bertanggung jawab penuh terhadap tugas-tugas yang dipercayakan perusahaan kepada anda tanpa melalaikan urusan rumah tangga. Dengan rasa tanggung jawab, anda tidak akan pernah merasa terbebani dengan tugas di kantor dan rumah. Jadikan bahwa pekerjaan adalah bagian dari rutinitas hidup anda. Sehingga anda akan mudah menikmati kedua peran, sebagai wanita rumah tangga dan wanita karir.

Hal penting yang harus anda lakukan adalah pengorganisasian dan pengaturan waktu seefisien mungkin. Dengan adanya dua peran yang harus dimainkan, anda perlu membuat ‘aturan main’ hingga kedua peran tersebut bisa dilakonkan sama baiknya. Belajarlah untuk membuat perencanaan yang terjadwal pada dua kegiatan yang berbeda, yaitu kegiatan rumah tangga dan kegiatan kantor. Tentunya anda harus mendelegasikan kegiatan di rumah pada orang lain, misalnya pada pembantu rumah tangga atau pada orang yang anda percaya mengurus rumah dan anak-anak anda. Untuk mengontrolnya, anda tetap bisa memantaunya dari kantor. Misalnya dengan meneleponnya setiap hari untuk menanyakan kondisi anak-anak dan rumah anda. Sehingga jika anda yakin situasi rumah aman terkendali, anda bisa lebih konsentransi dalam menyelesaikan tugas-tugas di kantor.

Jika perusahaan mengharuskan anda lembur atau tugas keluar kota, kalau tidak ada hal-hal yang lebih penting sebisa mungkin jangan menolaknya. Jelaskan pada suami, anak-anak dan pembantu rumah tangga tentang pekerjaan tambahan anda. Sampaikan pernyataan maaf anda karena waktu anda di rumah menjadi berkurang akibat pekerjaan tersebut. Jika harus keluar kota, selesaikan urusan rumah terlebih dulu. Pastikan semua kebutuhan rumah tangga telah terpenuhi. Dari luar kota jangan lupa untuk menghubungi orang-orang rumah dan kabarkan bahwa keadaan anda baik-baik saja. Dengan demikian selain suami dan anak-anak merasa lega karena anda dalam keadaan aman, anda pun merasa nyaman karena mengetahui kondisi mereka yang juga baik-baik saja.

Jangan pernah beranggapan bahwa wanita yang sudah menikah dan punya anak akan menurun produktifitas dan kinerjanya. Berusahalah untuk tetap produktif dengan tidak mendelegasikan tugas kantor pada rekan anda. Selesaikan semua pekerjaan hingga tuntas. Caranya adalah dengan membuat skala prioritas pekerjaan dan tidak menunda-nunda pekerjaan. Kerjakan tugas yang paling penting terlebih dulu, kemudian menyusul yang lain. Dengan skala prioritas, anda tidak akan pusing walaupun pekerjaan menumpuk di meja anda.

Anggapan yang juga perlu dijauhi adalah anggapan bahwa setelah berumah tangga, wanita akan terhenti karirnya. Biasanya orang menganggap wanita yang sudah menikah tidak bisa mencurahkan perhatian sepenuhnya pada pekerjaan. Buktikan kalau anda bisa merubah anggapan tersebut. Lebih bagus lagi jika anda tetap menumbuhkan minat untuk terus berkembang. Di samping itu, semangat kompetisi juga perlu dikembangkan. Diantaranya dengan banyak membaca dan mencari informasi yang berkaitan dengan bidang pekerjaan anda. Sehingga anda dapat melakukan pembaruan dan penyegaran ilmu serta wawasan, walaupun anda sudah berstatus ibu rumah tangga.

Manfaatkan waktu libur anda seefektif mungkin bersama keluarga. Tanggalkan urusan kantor jika anda tengah berkumpul bersama keluarga tercinta. Anda dapat melampiaskan kerinduan bersama keluarga dengan rekreasi, jalan-jalan atau hanya berkumpul di rumah. Jadikan waktu libur untuk ‘sharing’ dengan suami dan anak-anak. Sehingga ketika anda kembali bekerja, anda dapat lebih bersemangat. Satu hal lagi yang harus anda perhatikan, jangan tampil ‘lecek’ atau ‘kucel’, meskipun anda lelah mengurus rumah tangga. Tampilkan citra profesional setiap kali anda berangkat ke kantor dengan mengenakan busana yang sesuai dan menampilkan wajah yang segar serta percaya diri. Sehingga anggapan bahwa ibu rumah tangga tidak bisa tampil profesional di kantor, tidak berlaku untuk anda.

Dengan mencoba melakukan hal-hal di atas, diharapkan dapat membantu wanita untuk memainkan dua peran sekaligus, ibu rumah tangga dan wanita karir. Selebihnya gunakan ‘kecerdasan’ anda untuk menyelesaikan setiap masalah yang anda hadapi. Selamat menjadi wanita yang sukses di rumah dan kantor…!
Diposting oleh Artikel Tugas Pembekalan PKL Label:
 ARTIKEL DUNIA KERJA

Mengundurkan Diri dengan Elegan
 

Hari yang telah Anda tunggu-tunggu itu akhirnya tiba juga. Akhirnya Anda dapat keluar dari
pekerjaan yang selama ini sangat Anda benci. Dalam atmosfir yang dipenuhi kebencian
terhadap atasan, pekerjaan Anda atau malah kedua-duanya, pasti ada keinginan dalam diri
Anda untuk mewujudkan fantasi yang selama ini telah direncanakan : memberitahu atasan
Anda bagaimana tidak becusnya ia dalam mengatur bawahan, membocorkan pada rekan-rekan
kerja tentang siapa-siapa saja yang pernah membicarakan mereka dan apa saja yang pernah
dibicarakan, atau mengambil persediaan kertas folio di gudang untuk dibawa pulang. Anda
mungkin berpikir : toh saya juga akan segera keluar dari tempat itu, jadi nggak ada salahnya
kan memanfaatkan kesempatan itu?
Salah besar. Cara Anda mengundurkan diri secara tidak langsung akan mempengaruhi karir
Anda di masa depan. Tahan amarah Anda dan jangan berusaha membalas, tapi keluarlah dari
pekerjaan tersebut dengan keprofesionalan yang masih terjaga. Berikut adalah hal-hal yang
harus dipertimbangkan.
1. Berpikir jangka panjang
Jangan sampai Anda mengeluarkan komentar-komentar yang menjelek-jelekkan atasan
atau rekan kerja di tempat lama. Meski dorongan tersebut sangat kuat (dan sangat
menyenangkan bila bisa melakukannya), perlu diingat bahwa apa yang telah diucapkan
tidak dapat ditarik kembali. Kata-kata tersebut (seandainya terdengar oleh orang lain)
akan selalu teringat dan mungkin suatu saat akan sampai ke orang yang Anda jelekjelekkan.
Selain Anda masih membutuhkan tempat kerja lama sebagai referensi, masih
ada kemungkinan Anda akan bertemu dengan rekan kerja baru yang memiliki
hubungan dengan kantor lama — baik sebagai klien, supervisor, atau (yang lebih parah
lagi) teman dekat dari salah seorang rekan kerja Anda di tempat lama.
2. Berpikir rasional
Berhenti kerja dapat menjadi pengalaman bernuansa penuh emosi baik bagi Anda
maupun atasan (yang mungkin selama ini memperlakukan Anda dengan semenamena).
Atasan mungkin akan merasa kaget, marah atau melakukan pembelaan diri
(dan menganggap kesalahan sepenuhnya ada di tangan Anda). Meski ketegangan
mungkin terjadi, tahan emosi dan tetaplah berlaku sebagai seorang profesional. Dengan
berhenti, Anda sebenarnya telah berhasil membalas perlakuannya. Bayangkan, berapa
lama yang akan dibutuhkan untuk mencari sampai melatih orang baru hingga dapat
benar-benar mengisi posisi Anda?
3. Berpikir ke depan
Buat surat dengan singkat, to the point dan mencantumkan tanggal kapan Anda akan
efektif berhenti bekerja. Jangan mengirim melalui email, tapi langsung datangi
staf/orang yang berkepentingan dan serahkan surat tersebut. Berhati-hatilah sebab
mungkin saja begitu menyerahkan surat pengunduran diri, Anda akan langsung disuruh
membereskan meja Anda dan digelandang keluar kantor. Oleh karena itu sangatlah
penting mengemasi barang-barang Anda beberapa hari sebelum (misalnya seminggu)
sebelum berhenti. Kumpulkan barang-barang yang mungkin dapat berguna suatu hari
misalnya alamat email, kartu-kartu nama dari klien, rekan kerja atau supervisor, atau
informasi yang Anda butuhkan mengenai proyek yang sedang Anda kerjakan. Sebab
begitu Anda menginggalkan kantor untuk terakhir kalinya, barang-barang tersebut
tidak bisa diambil lagi.
4. Berpikir positif
Seandainya dulu pekerjaan lama Anda diwarnai masa-masa sulit (dan menyebalkan),
mungkin akan sedikit sulit untuk tidak berkomentar/bercerita mengenai masa-masa
tersebut. Namun membawa beban (dan kekesalan) lama ke pekerjaan baru hanya akan
merusak reputasi Anda. Atasan atau rekan baru Anda pastinya tidak ingin
mendengarkan keluhan mengenai pekerjaan lama Anda. Lupakan deh mimpi buruk
Anda yang dulu, lagipula toh sekarang sudah ada pekerjaan baru. Hadapi masa-masa
transisi tersebut dengan seprofesional mungkin dan songsonglah kesempatan emas di
pekerjaan baru yang ada di depan Anda
Diposting oleh Artikel Tugas Pembekalan PKL Label:
Artikel:
Sekolah menjadi semcam pusat kegiatan dan perkembangan
yang harus didukung berbagai pihaka


Mencermati berbagai gejolak yang sedang berkembang berhubungan dengan masalah pendidikan saat ini saya tergerak untuk mensharingkan visi dan misi pendidikan berdasar dokumen dan pengamatan. Konsili Vatikan II (1965) mengatakan :"Sekolah menjadi semacam pusat, yang harus didukung bersama oleh keluarga-keluarga, para guru, serba ragam serikat yang memajukan kehidupan kebudayaan, kewargaan dan keagamaan, dan oleh negara serta seluruh masyarakat" (Konsili Vatikan II: Deklarasi tentang Pendidikan no 5). Dari kutipan di atas dapat dilihat ada 6 unsur/stakeholders yang harus mendukung sekolah, bukan mengganggu atau merepotkan, yaitu (dibahasakan sekarang): (1) keluarga/orangtua, (2)guru, (3) LSM-LSM/yayasan, (4) instansi agama, (5) negara/pemerintah dan (6) masyarakat. Gagasan ini kiranya sangat erat dengan gerakan yang sedang dikerjakan sekarang yaitu dengan adanya "Komite Sekolah" dan "Dewan Pendidikan".Keenam unsur tersebut diatas diharapkan membantu, bukan mengganggu. Namun dalam kenyataan sering mengganggu atau dirasakan mengganggu sekolah, entah salah siapa, mungkin sering kurang komunikasi atau pemahaman yang benar akan fungsi dan peran masing-masing.

Salah satu contoh yang cukup memprihatinkan sekarang saat ini adalah masalah pendidikan agama di sekolah. Ada kesan seolah-olah sekolah menjadi "tempat pendidikan/pengembangan agama", atau masalah pendidikan dipersempit dan dikerdilkan menjadi pendidikan agama. Hal ini nampak dengan pembaharuan aneka UU di negara kita. Hemat kami tujuan pendidikan yang benar adalah "untuk mencerdaskan bangsa" (cerdas intelektual, cerdas emosional, cerdas spiritual). Dalam catatan beberapa waktu yang lalu saya pernah menyampakan ciri pendidikan yang benar adalah "kebebasan dan cintakasih", tidak ada paksaan. Perhatikan dan cermati buku "BELAJAR DARI MONYET" oleh Rung Kaewdang Ph.D, suatu cara reformasi pembelajaran yang mangkus",Grasindo Jakarta 2002. Di halaman depan(dalam) buku tersebut juga tertulis "Mengembangkan hubungan kasih dan keramahan", tentu saja yang dimaksud disini hubungan antara pendidik dan peserta didik. Kami berharap buku tersebut dapat menjadi inspirasi dalam reformasi pendidikan di negara kita ini.

Berbagai ahli sering juga menggambarkan sekolah seperti "warung atau restoran", dimana pemilik maupun pengelola warung/restoran dengan penuh kebebasan dan keramahan menyajikan "sesuatu" yang menarik untuk konsumen. Ada berbagai jenis dan warna "warung/restoran" sesuai dengan aspirasi dan keunggulan masing-masing, juga berkaitan dengan harga dst...Kita sedang bergerak dari sentralisasi ke desentralisasi (bdk otonomi daerah, keputusan tentang komite dan dewan sekolah dst..), maka kalau mau diatur lagi dari atas dengan ketat...apa yang akan terjadi.

Sekali lagi dalam berbagai kesempatan saya senantiasa mengingatkan "nampak bahwa apa yang diwajibkan tidak pernah operasional secara benar". Lihat saja: mana undang-undang atau peraturan-peraturan yang dijalankan dengan konsisten. Mengapa, karena mental orang senantiasa mencari jalan pintas dan mudah atau cari terobosan menurut keinginan sendiri (egois). Maka sekali lagi di sini saya mengingatkan 4(empat) pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO "learning to learn, learning to be, learning to do, learning to live together". Pembelajaran adalah prosesm, bukan jalan pintas, atau menerobos-menerobos. Semoga tidak terjebak dengan rumor SKS (=Sistem Kebut Semalam atau Sistem Kebut Sejam). Harapan kami 6 unsur/stakeholders sebagaimana kami sebutkan di atas "membantu"/"mendukung" sekolah, bukan mengganggu atau membebani. Kebebasan sekolah harus diberikan, tanpa kebebasan kita tidak dapat menuntut tanggungjawab.
Demikian sekedar sharing dan harapan, semoga

Ign.Sumarya SJ

Saya Ign.Sumarya SJ setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .

CATATAN:
Artikel-artikel yang muncul di sini akan tetap di pertanggungjawabkan oleh penulis-penulis artikel masing-masing dan belum tentu mencerminkan sikap, pendapat atau kepercayaan Pendidikan Network.
Diposting oleh Artikel Tugas Pembekalan PKL Label:
Artikel:
Menyegarkan Kembali Sisdiknas;
Untuk Membangun Civil Society dan Demokrasi  

Semenjak awal, founding fathers bangsa ini sudah menanamkan semangat, tekad dan political will untuk memperjuangkan keadilan bagi seluruh warga negara, termasuk di dalamnya untuk memperoleh hak pendidikan yang layak dan mumpuni. Cita-cita luhur ini kemudian dituangkan ke dalam rumusan mukaddimah UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadi salah satu dasar negara pada sila ke lima Pancasila, berupa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan landasan fundamental dan legitimasi konstitusional tersebut, melalui UUSPN nomor 2 tahun 1989, pemerintah selanjutnya lebih memperluas cakupan makna dan muatannya ke dalam rumusan tujuan pendidikan nasional, yaitu: "Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyar akatan dan kebangsaan" (UUSPN Ps. 4).

Landasan konstitusional tersebut, dalam praktiknya, sebagaimana sudah termuat dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989, tidak harus melulu ditempuh melalui jalur formal secara berjenjang (hierarchies), yang dilaksanakan mulai dari Pendidikan Pra-Sekolah (PP. No. 27 Tahun 1990), Pendidikan Sekolah Dasar (PP. No. 28 Tahun 1990), Pendidikan Sekolah Menengah (PP. No. 29 Tahun 1990) dan Pendidikan Perguruan Tinggi (PP. No. 30 Tahun 1990), akan tetapi juga mengabsahkan pelaksanaan pendidikan secara non-formal dan in-formal (pendidikan luar sekolah), yang basisnya diperkuat mulai dari pendidikan di lingkungan keluarga, masyarakat dan lembaga-lembaga pendidikan swasta.

Meski SPN (Sistem Pendidikan Nasional) cukup longgar dalam menerapkan peraturan dalam pelaksanaan pendidikan, tapi satu pertanyaan yang barangkali akan membutuhkan kepedulian dan keseriusan dari semua fihak sebagai warga negara adalah, benarkah 'semangat keadilan' (spirit of justice) yang selama ini tertuang dalam UUD '45, sebagai landasan negara dan Sistem perundang-undangan Pendidikan Nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sudah terwujud dan dirasakan dampak positifnya bagi semua lapisan masyarakat, tanpa adanya pengaruh dari perbedaan status sosial dan ekonomi? Belum lagi pertanyaan lain; Apakah putra bangsa yang hanya mengenyam pendidikan luar sekolah yang tidak pernah memasuki pendidikan sekolah (formal dan berjenjang) atau bahkan mereka yang sama sekali tidak pernah mengenyam dunia pendidikan, mempunyai kesempatan yang sama untuk memasuki dunia kerja (pasar tenaga kerja)? Seperti besarnya kesempatan saudara-saudara mereka yang secara backgaround status sosial dan ekonominya memungkinkan untuk memasuki pendidikan formal, sehingga mereka mempunyai kesempatan dan akses yang lebih luas untuk memasuki dunia kerja.

Pendidikan: Agenda Prioritas Bangsa
Pada kenyataannya, di tengah masyarakat seringkali terdengar keluhan yang menyayangkan kenapa pendidikan-dalam pengertian formal dan berjenjang-sangat mahal, sehingga sering tidak terjangkau oleh mereka. Akibatnya, tidak banyak anggota masyarakat yang 'beruntung', bisa menikmati jalur pendidikan formal dan dapat mengakses pasar dunia kerja yang semakin kompetitif. Bagi kebanyakan warga masyarakat kita yang status sosial dan ekonominya di bawah garis kemiskinan (baca: menengah ke bawah, terlebih pada level grassroot) pendidikan (sekolah) merupakan barang mahal dan barangkali termasuk barang mewah (tersier, lux). Jangankan untuk membiayai pendidikan anak-anaknya, untuk mencukupi kebutuhan primer pun (sembako) terkadang mereka terpaksa harus gali lobang-tutup lobang, hutang ke sana ke mari, dan tragisnya terkadang hanya bisa makan nasi satu kali dalam sehari.
Diposting oleh Artikel Tugas Pembekalan PKL Label:
Artikel:
Korupsi Pendidikan sangat Merugikan Bangsa

YOGYAKARTA

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Jusuf Kalla Kalla menegaskan, korupsi yang terbesar di negeri ini justru dilakukan oleh kalangan pendidikan.

Korupsi dunia pendidikan itu berbentuk pengatrolan nilai dari oknum pendidik, untuk meluluskan peserta didiknya. Pada Rakernas Perguruan Tinggi se-Indonesia di Yogyakarta, Kamis (27/3), Menko Kesra mengatakan, selama ini kalangan pendidik akan sangat bangga jika anak didiknya dapat lulus 100%. \"Akibatnya sangat buruk, anak-anak menjadi merasa bahwa belajar itu tidak perlu.\"

Dia menjelaskan, sekarang ini kalangan pejabat, termasuk mereka yang duduk di dunia pendidikan, harus bisa tegas tidak meluluskan anak yang tidak pantas untuk naik kelas atau tidak pantas lulus karena nilainya memang kurang mencukupi. \"Bahkan perlu kita menertawakan sekolah-sekolah yang masih bangga dengan keberhasilannya meluluskan 100% anak didiknya.\"

Pengatrolan nilai demi angka kelulusan semacam ini harus segera dihilangkan. Sebab menurut Menko, hal ini akan berakibat fatal, yaitu pembodohan dan menimbulkan kemalasan peserta didik.

Pengawasan BBM

Pada kesempatan yang sama, Menko Kesra menandatangani kerja sama dengan 35 perguruan tinggi di Indonesia, untuk terlibat melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PKPS BBM (Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakan Minyak), yang akan dilaksanakan 2003 ini di sejumlah daerah.

Beberapa waktu lalu pihak Menko Kesra sudah meminta kesediaan kalangan perguruan tinggi untuk membantu mengawasi pelaksanaan PKPS BBM, demi mencegah kebocoran dan penyalahgunaan dana.

Ketua Pelaksana Koordinasi Sosialisasi dan Pemantauan PKPS BBM Kantor Menko Kesra Soedjono Poerwaningrat mengatakan, pemantauan dan evaluasi yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi, berbeda dengan pemantauan yang dilakukan oleh unsur pemerintahan.

Ia mengatakan, pemantauan yang dilakukan oleh perguruan tinggi itu antara lain berupa sejauh mana pelaksanaan PKPS BBM berlangsung, sesuai dengan ketentuan sasaran yang dituju, jumlah dan mutu, serta waktu yang ditetapkan.

\"Selain itu pihak perguruan tinggi akan menganalisis faktor penyebab bila terjadi ketidaktepatan, melakukan kajian evaluatif tentang efektivitas program, dan memberikan umpan balik kepada penyelenggara PKPS BBM tentang masalah, hambatan penyaluran kompensasi serta upaya perbaikan yang dapat ditempuh selama pelaksanaan program itu,\" jelasnya.

Disebutkan, selama tiga tahun terakhir ini dana PKPS BBM terus mengalami kenaikan. \"Pada 2000 lalu sebesar Rp800 miliar, pada 2001 menjadi Rp2,2 triliun, 2002 menjadi Rp2,8 triliun, dan pada 2003 ini dialokasikan sebesar Rp4,4 triliun.\"

Menurut Soedjono, tujuan program tersebut adalah untuk meringankan beban pengeluaran masyarakat khususnya yang tidak mampu, dengan kompensasi yang meliputi beras murah, bantuan pendidikan umum dan pendidikan agama, bantuan pelayanan kesehatan, bantuan bahan makanan untuk panti sosial, bantuan alat kontrasepsi, bantuan transportasi, pemberdayaan masyarakat pesisir, dana bergulir, dan penanggulangan pengangguran.

Perguruan tinggi yang terlibat dalam kerja sama pengawasan ini antara lain Institut Teknologi Bandung, Universitas Islam Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Universitas Haluoleo, dan lain-lain. (media)
Diposting oleh Artikel Tugas Pembekalan PKL Label:
Artikel:
PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL

Memang harus kita akui ada diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus (masih ingat kematian seorang mahasiswa di Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat perkelahian didalam kampus). Atau kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.

Selain itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak dilakukan oleh oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang - menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita selama ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?

Dilain pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri. Dan parahnya, era reformasi bukannya berkurang tapi malah tambah jadi. Sehingga kapan krisis multidimensi inI akan berakhir belum ada tanda-tandanya.

PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.

Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama ini.

Pendidikan nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya, dalam bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).

Dan masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat") dalam sidang kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri terjadi penyimpangan-penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar akademik dari S1 sampai S3 bahkan professor (dan anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), kelas jauh, guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar, mengubah nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis, nyuap untuk jadi pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan pangkat ala Naga Bonar.

Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.

Kembali ke pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya, mereka bisa membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.

Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin, tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas. Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.

Kedua, Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik (guru atau dosen) dan birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau menginginkan generasi seperti diatas.

Selain itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan KKN yang lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi dari penguna anggaran tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah merajalela, apalagi 20-25%.

Ketiga, Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil saya atau yang lain. Apakah hanya yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi orang pintar dengan cara yang demikian?

Dengan contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin saya ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi muda kita secara tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan. Jadi, pembukaan kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat kesenjangan sosial diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas unggulan belum tentu memang unggul, tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak masuk kelas unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak unggul. Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para orang tua mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas tersebut.

Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik yang mandiri, bermoral. dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi sistem bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu, pembukaan kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan saja.

Contoh lain lagi , seorang dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak membawa kamus. Padahal Dia sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan seorang siswa yang pernah belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu bahwa nilai Bahasa Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru ketika belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling sederhana bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku adil dan menghilangkan Perbedaan.

PEJABAT HARUS SEGERA BERBENAH DIRI DAN MENGUBAH PERILAKU
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.

Karena mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan dan tidak sedikit pejabat yang bergelar Prof. Dr. (bukan gelar yang dibeli obral). Mereka harus membuktikan bahwa mereka adalah hasil dari sistim pendidikan nasional selama ini. Jadi kalau mereka terbukti salah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan bahwa mereka orang yang berpendidikan , bermoral dan taat hukum. Jangan bohong dan curang. Apabila tetap mereka lakukan, sama saja secara tidak langsung mereka (pejabat) sudah memberikan contoh kepada generasi penerus bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan orang untuk jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Jadi jangan salahkan jika generasi mudah saat ini meniru apa yang mereka (pejabat) telah lakukan . Karena mereka telah merasakan, melihat dan mengalami yang telah pejabat lakukan terhadap bangsa ini.

Selanjutnya, semua pejabat di negara ini mulai saat ini harus bertanggungjawab dan konsisten dengan ucapannya kepada rakyat. Karena rakyat menaruh kepercayaan terhadap mereka mau dibawah kemana negara ini kedepan. Namun perilaku pejabat kita, lain dulu lain sekarang. Sebelum diangkat jadi pejabat mereka umbar janji kepada rakyat, nanti begini, nanti begitu. Pokoknya semuanya mendukung kepentingan rakyat. Dan setelah diangkat, lain lagi perbuatannya. Contoh sederhana, kita sering melihat di TV ruangan rapat anggota DPR (DPRD) banyak yang kosong atau ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal mereka sudah digaji, bagaimana mau memperjuangkan kepentingan rakyat. Kalau ke kantor hanya untuk tidur atau tidak datang sama sekali. Atau ada pengumuman di Koran, radio atau TV tidak ada kenaikan BBM, TDL atau tariff air minum. Tapi beberapa minggu atau bulan berikutnya, tiba-tiba naik dengan alasan tertentu. Jadi jangan salahkan mahasiswa atau rakyat demonstrasi dengan mengeluarkan kata-kata atau perilaku yang kurang etis terhadap pejabat. Karena pejabat itu sendiri tidak konsisten. Padahal pejabat tersebut seorang yang bergelar S2 atau bahkan Prof. Dr. Inikah orang-orang yang dihasilkan oleh pendidikan nasional kita selama ini?

Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.

Tapi para pemimpin bangsa ini tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja. Karena itu, mulai sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk petualangan mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok sesaat dengan mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia memiliki panutan-panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini kedepan.
Diposting oleh Artikel Tugas Pembekalan PKL Label:
Artikel:
Tahun 2020 Indonesia Kehabisan Guru

Hari-hari terakhir ini sedang gencar ditayangkan dua iklan layanan masyarakat di setasiun-stasiun televisi, baik TVRI maupun stasiun televisi swasta. Iklan yang satu berisi pesan tentang anak asuh dan yang lain melukiskan kekurangan guru di negeri kita tercinta ini. Walaupun hanya berdurasi beberapa detik, kedua iklan ini cukup mengundang perhatian, terutama iklan yang disebutkan terakhir.

Kekurangan guru. Sungguh sebuah realitas potret pendidikan kita (salah satu sisi) yang sangat menyedihkan. Betapa tidak, pendidikan adalah modal utama terciptanya kemajuan peradaban sebuah bangsa. Di pihak lain, guru sebagai tenaga profesional di bidang ini justru jumlahnya semakin langka.

Lalu, apa jadinya jika pada tahun-tahun mendatang tidak mudah dijumpai sosok guru? Barangkali Anda semua sudah tahu jawabannya. Sudah pasti peradapan kebudayaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini semakin parah daripada kondisi sekarang. Mengapa sampai terjadi kondisi seperti ini?

KILAS BALIK
Keadaan pendidikan seperti dipaparkan pada bagian sebelumnya tentu tidak terjadi bagitu saja. Hal itu pasti ada pemicunya. Penyebab kekeurangan guru yang akan saya paparkan di sini bukan berasal dari hasil penelitian mendalam, tetapi sekadar pengamatan sekilas dan dugaan. Penyebab penurunan jumlah sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini guru, akhir-akhir adalah ditutupnya lembaga-lembaga pendidikan keguruan.

Pada paruh pertama tahun 1990-an semua Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Pendidikan Guru Agama (PGA) ditutup. Penutupan lembaga pendidikan tersebut beralasan bahwa jenjang pendidikan dasar sudah tidak layak lagi diajar oleh guru-guru tamatan SPG yang notabene hanya berjenjang pendidikan menengah. Sebagai gantinya dibukalah Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Selain itu, sebelum penutupan lembaga-lembaga pendidikan keguruan itu didahului dengan lahirnya sebuah kebijakan yang menetapkan bahwa lulusan SPG tidak otomatis atau langsung diangkat sebagai pegawai negeri, kecualai beberapa orang siswa berprestasi pada tiap angkatan. Akibatnya, banyak lulusan SPG yang beralih ke profesi lain, misalnya pekerja pabrik atau tambak. Fakta seperti ini sangat disayangkan karena para siswa SPG adalah siswa pilihan. Lulusan SLTP yang dapat diterima di SPG adalah siswa yang mempunyai NEM minimum 42,00 dan harus melalui ujian saringan yang bertahap-tahap. Hal itu menunjukkan bahwa yang dapat d iterima di SPG adalah manusia-manusia cerdas dan pilihan. Jadi, mereka sebenarnya adalah tenaga-tenaga potensial.

Berikutnya, menjelang akhir tahun 2000, semua IKIP di Indonesia berubah menjadi universitas meskipun masih ada beberapa STKIP dan FKIP di universitas-universitas. Perubahan status ini tentunya diikuti juga perubahan visi dan misi. Semula berstatus Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK)sebagai pencetak tenaga-tenaga pendidik profesional berubah menjadi universitas yang mencetak sarjana-sarjana ilmu murni. Barangkali kebijakan ini bertujuan untuk mencapai target sarjana-sarjana andal di bidang IPTEK dalam rangka menyongsong lahirnya Negara Indonesia sebagai negara maju berbasis teknologi. Obsesi seperti ini sangat bagus. Akan tetapi, penyakit latah bangsa Indonesia ini sukar sekali hilang. Artinya, pada waktu kibijakan perubahan status IKIP menjadi universitas itu disetujui, seharusnya beberapa IKIP di Jawa, Sumatera dan Sulawesi yang sudah berkualitas tetap dipertahankan. Dengan demikian, jumlah guru nantinya tetap tercukupi karena sampai kapan pun sektor pendidikan di sebu ah bangsa tidak akan ditutup. Hal itu berarti bahwa sampai kapan pun tenaga guru masih dibutuhkan.

APA SOLUSINYA
Kekurangan guru, seperti diilustrasikan dalam iklan layanan masyarakat di televisi, baru terjadi pada jenjang pendidikan dasar. Apabila diamati, fenomena ini cukup realistis menggingat penutupan SPG dan PGA sudah hampir sepuluh tahun yang lalu. Lulusan PGSD pun tidak semuanya dapat diterima sebagai pegawai negeri. Sementara itu, pada jenjang pendidikan menengah fenomena kekurangan guru masih belum terasakan. Hal itu wajar karena penutupan IKIP-IKIP baru dua tiga tahun terakhir. BISAKAH ANDA BAYANGKAN PADA TAHUN 2020 MENDATANG?

Untuk mengatasi persoalan kekurangan guru pada jenjang pendidikan dasar, barangkali buah pikiran saya ini dapat dijadikan bahan diskusi. Setelah kebijakan yang menghentikan pengangkatan tenaga guru sekolah dasar (SD), banyak lulusan SPG atau PGA beralih profesi ke bidang lain. Hal itu seharusnya tidak boleh terjadi mengingat mereka adalah tenaga-tenaga pilihan. Ditambah lagi oleh sistem penerimaan mahasiswa PGSD. Dari awal dibukanya, PGSD menerima mahasiswa dari lulusan SMA. Materi soal tesnya pun disesuaikan dengan standar pengajaran di SLTA umum. Tentu saja hal ini merupakan kendala bagi lulusan SPG atau PGA untuk bersaing dengan lulusan SMA karena materi yang diajarkan di SLTA umum dan kejuruan sudah barang tentu berbeda. Akhirnya, para lulusasan SPG jarang yang diterima.

Pada saat perekrutan mahasiswa PGSD seharusnya yang diutamakan terlebih dahulu adalah lulusan SPG atau PGA. Baru kemudian setelah semua lulusan SPG atau PGA ini sudah habis, perekrutan dibuka untuk lulusan SMA.

Akhirnya, untuk mengatasi persoalan kekurangan guru SD, mengapa tidak dicoba untuk memanggil kembali lulusan SPG dan PGA yang belum sempat diterima sebagai guru negeri? Beri mereka beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di PGSD atau STKIP. Setelah lulus langsung diangkat sebagai tenaga guru negeri.
Diposting oleh Artikel Tugas Pembekalan PKL Label:
Artikel:
Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang

Profesor Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan sebagai prioritas terpenting. Tidak ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting karena masyarakat Indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi dan pejabat pemerintah, hanya berorientasi mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir panjang (Kompas, 24 Mei 2002).

Pendapat Guru Besar Universitas Waseda Jepang tersebut sangat menarik untuk dikaji mengingat saat ini pemerintah Indonesia mulai melirik pendidikan sebagai investasi jangka panjang, setelah selama ini pendidikan terabaikan. Salah satu indikatornya adalah telah disetujuinya oleh MPR untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN atau APBD. Langkah ini merupakan awal kesadaran pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka pangjang. Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang.

Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif.

Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat (1992) seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya rata-rata, antara pedesaan dan perkotaan, pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta rupiah.

Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. (Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA: University of Illionis, 1982, h.121).

Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
Nilai

Balik Pendidikan
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).

Pilihan investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Di Asia nilai balik sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %, pendidikan menengah 15 %, dan pendidikan tinggi 13 %. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka manfaat sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar memberikan manfaat sosial yang paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya. Melihat kenyataan ini maka struktur alokasi pembiayaan pendidikan harus direformasi. Pada tahun 1995/1996 misalnya, alokasi biaya pendidikan dari pemerintah Indonesia untuk Sekolah Dasar Negeri per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya sekirat 18.000 rupiah per bulan, sementara itu biaya pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi Negeri mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per bulan. Dirjen Dikti, Satrio Sumantri Brojonegoro suatu ketika mengemukakan bahwa alokasi dana untuk pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang lebih banyak dialokasikan pada pendidikan tinggi justru terjadi inefisiensi karena hanya menguntungkan individu dan kurang memberikan manfaat kepada masyarakat.

Reformasi alokasi biaya pendidikan ini penting dilakukan mengingat beberapa kajian yang menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di PTN adalah berasal dari masyarakat mampu. Maka model pembiayaan pendidikan selain didasarkan pada jenjang pendidikan (dasar vs tinggi) juga didasarkan pada kekuatan ekonomi siswa (miskin vs kaya). Artinya siswa di PTN yang berasal dari keluarga kaya harus dikenakan biaya pendidikan yang lebih mahal dari pada yang berasal dari keluarga miskin. Model yang ditawarkan ini sesuai dengan kritetia equity dalam pembiayaan pendidikan seperti yang digariskan Unesco.

Itulah sebabnya Profesor Kinosita menyarankan bahwa yang diperlukan di Indonesia adalah pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang canggih. Proses pendidikan pada pendidikan dasar setidaknnya bertumpu pada empat pilar yaitu learning to know, learning to do, leraning to be dan learning live together yang dapat dicapai melalui delapan kompetensi dasar yaitu membaca, menulis, mendengar, menutur, menghitung, meneliti, menghafal dan menghayal. Anggaran pendidikan nasional seharusnya diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan dasar 9 tahun dan bila perlu diperluas menjadi 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar seharusnya “benar-benar” dibebaskan dari segala beban biaya. Dikatakan “benar-benar” karena selama ini wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah tidaklah gratis. Apabila semua anak usia pendidikan dasar sudah terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya, barulah anggaran pendidikan dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya.
Diposting oleh Artikel Tugas Pembekalan PKL Label:
Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger template by blog forum